Mobil Low Cost Green Car (LCGC) dikenal sebagai pilihan ekonomis bagi masyarakat Indonesia. Namun, memasuki tahun 2025, LCGC seperti Toyota Calya, Daihatsu Sigra, Toyota Agya, Daihatsu Ayla, hingga Honda Brio Satya terus merangkak naik. Bahkan, varian tertinggi Honda Brio Satya kini dijual Rp 202.500.000. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: apakah mobil LCGC masih layak disebut sebagai mobil murah di Indonesia?
Faktor Penyebab Kenaikan Harga Mobil LCGC 2025
Penyesuaian Biaya Produksi
Menurut Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, kenaikan harga LCGC dipengaruhi oleh meningkatnya biaya produksi. Hal ini mencakup naiknya harga bahan baku, nilai tukar mata uang, serta peningkatan biaya tenaga kerja. “Kenaikan harga ini dijaga dengan perhitungan yang matang,” ujar Kukuh dalam wawancara di Jakarta pada 14 Januari 2025.
Perubahan Kebijakan Pajak
Sejak 2021, mobil LCGC tidak lagi bebas dari Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Pada tahun ini, beban pajak semakin bertambah dengan dikenakannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan opsen. Hal ini membuat harga on-the-road mobil LCGC meningkat signifikan. Sebagai ilustrasi, mobil yang sebelumnya dijual Rp 100 juta kini dapat mencapai Rp 140-150 juta akibat pajak.
Cek Juga “Mazda 6e Sedan Listrik Mazda, Pakai Baterai dari Panasonic?”
Perkembangan Teknologi dan Persaingan
LCGC juga menghadapi tantangan dari perkembangan teknologi ramah lingkungan, seperti mobil listrik (Electric Vehicle/EV).
“Beberapa EV kini bisa dijual dengan harga terjangkau, sehingga LCGC harus terus berinovasi agar tetap relevan di pasar,” jelas Kukuh.
Namun, ia menambahkan bahwa investasi jangka panjang pada teknologi seperti etanol dan biodiesel juga memberikan peluang bagi LCGC untuk tetap bertahan.
LCGC vs Mobil Listrik: Mana yang Lebih Ekonomis?
Efisiensi BBM dan Ramah Lingkungan
Salah satu daya tarik utama LCGC adalah konsumsi bahan bakar yang irit, minimal 20 km/liter. Hal ini menjadikannya pilihan hemat dibandingkan mobil konvensional lainnya. Namun, mobil listrik menawarkan efisiensi lebih tinggi karena tidak memerlukan bahan bakar fosil. Dalam jangka panjang, biaya operasional mobil listrik cenderung lebih rendah meski harga belinya lebih tinggi.
Infrastruktur dan Dukungan Pemerintah
Keberadaan stasiun pengisian daya untuk mobil listrik masih terbatas di banyak wilayah Indonesia. Sebaliknya, LCGC lebih mudah dioperasikan karena menggunakan infrastruktur bahan bakar yang sudah mapan. Dukungan pemerintah terhadap LCGC juga masih terlihat, meski fokus kini beralih pada pengembangan kendaraan ramah lingkungan.
Apakah LCGC Masih Diminati?
Meskipun harga LCGC terus naik, data menunjukkan bahwa sekitar 70% masyarakat Indonesia tetap memilih mobil dengan harga di bawah Rp 300 juta. Hal ini membuktikan bahwa LCGC masih menjadi solusi bagi keluarga dengan anggaran terbatas.
“LCGC tetap relevan karena menyediakan opsi bagi masyarakat yang belum siap beralih ke kendaraan listrik,” kata Kukuh.
Selain itu, kemudahan perawatan dan suku cadang yang terjangkau membuat LCGC tetap menarik.
Prospek Masa Depan LCGC di Indonesia
Ke depan, produsen mobil LCGC perlu melakukan inovasi untuk tetap kompetitif, seperti meningkatkan efisiensi bahan bakar, mengadopsi teknologi hybrid, atau menurunkan emisi karbon. Pemerintah juga dapat berperan dengan memberikan insentif pajak agar harga LCGC tetap terjangkau bagi masyarakat.
“Kita perlu menjaga keseimbangan antara perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar. LCGC harus terus berkembang tanpa kehilangan esensi sebagai mobil murah,” tutup Kukuh.